Poligami Solusi Untuk Siapa? - NGAJI BARENG

Breaking

Banyak Ilmu Banyak Manfa'at

Kamis, 28 Mei 2020

Poligami Solusi Untuk Siapa?


Oleh: Muhammad Said R. (Santri Lirboyo)

Konsep poligami di tengah peradaban zaman

Formulasi kebijakan suatu bangsa, agama dan masyarakat dalam merespon suatu persoalan agar dapat mewujudkan keputusan yang dapat menciptakan stabilitas kesejahteraan rakyat dalam tatanan hidup yang civilezed (beradab) dan secara realistis dapat dijalankan oleh manusia secara luas. Namun, tentunya  tidak boleh dengan menutup adanya aspek realitas kehidupan terkait dengan problem struktural yang sering mewarnai setting peradaban manusia di segala sektor (agama, sosial, ekonomi dan politik).

Adalah fakta yang tidak bisa diabaikan dalam menjawab tantangan zaman untuk mewujudkan masyarakat yang beradab. Sebuah produk kebijakan harus terajut dari kompleksitas berbagai aspek yang tidak hanya bertumpu pada satu kepentingan. Sehingga keputusan yang diambil tidak banyak menghadapi dilema atau hanya menguntungkan bagi interest pribadi atau golongan, atau bahkan justru menciptakan struktur sosial yang timpang.

Pendek kata, realitas adalah sebuah fakta yang harus dihadapi bukan untuk disesali. Maka orang yang bijak adalah orang yang tidak akan pernah lari dari kenyataan, melainkan manusia yang berjiwa besar dalam menghadapi setiap kenyataan dapat mencari solusi. Oleh sebab itu pemimpin hakiki adalah pemimpin yang berjiwa besar, meskipun dari rakyat kecil. Buat apa menjadi pembesar/ pejabat yang katanya wakil rakyat tapi berhati kerdil, tentunya akan lebih baik orang kecil tapi berjiwa besar.

Merupakan realita yang tak dapat dipungkiri, sebuah negara yang mengalami ketimpangan antara komunitas perempuan yang lebih banyak prosentasenya dibanding dengan komunitas lelaki. Merupakan problematika yang serius yang secara global dapat mengancam stabilitas Negara. Seperti yang terjadi di negara Almania, setelah pecahnya perang dunia I. Dalam catatan sejarahnya, tertulis banyak pemuda dan tentara terbunuh sehingga multi krisis yang meprihatinkan merambah di segala sektor (sosial, ekonomi dan politik). Hingga akhirnya banyak anak-anak dan janda terlantar bergumul dengan derita dan kelaparan di mana-mana. Keadaan ini menggugah kaum perempuan Almania untuk melakukan aksi unjuk rasa sebagai puncak dari akibat kekejaman perang. Mereka menuntut pemerintah pada waktu itu untuk segera menerapkan konsep poligami dalam mengatasi krisis yang mendera dan menelantarkan wanita dan anak-anak di negara tersebut.

Konsep poligami dalam fase sejarah kemanusiaan yang beradab dan bermoral merupakan solusi kebijakan yang bersifat alternatif. Setelah melalui akurasi dan berbagai petimbangan yang cukup valid. Eksistensinya dalam struktur kemanusiaan diciptakan untuk membangun kerangka managemen kehidupan menuju kepada arah struktur sosial yang bermartabat.

Faktor-faktor pendorong munculnya justifikasi ajaran Islam (hukum boleh) dalam merespon positif konsep poligami sebagai sebuah solusi dalam menjawab tantangan peradaban zaman yang pluralistik, karena didorong oleh faktor hajat sebagai kebutuhan yang memperlancar tugas kemanusian dan bahkan juga karena faktor yang sudah sampai pada taraf yang tidak terkendalikan lagi (dloruri) yang harus segara diberikan solusi. Hingga pada kesimpulan akhir, konsepsi poligami merupakan satu-satunya solusi alternatif sebagai pemecahannya. Demi menyelamatkan kepentingan yang lebih luas, daripada hanya menyelamatkan sebagian kecil saja. Untuk itu, dalam pandangan islam konsep poligami didudukkan sebagai solusi yang berangkat dari probelamatika umat yang dapat terbaca dalam realitas peradaban sebagai berikut:

Problematika I: Komunitas Masyarakat Yang Timpang

Sepanjang sejarah pertumbuhan manusia, dapat kita saksikan betapa prosentase jumlah perempuan sering kali melebihi jumlah laki-laki. Fakta dilapangan menunjukkan tingkat pertumbuhan wanita terus bertambah dari masa kemasa. Baik  karena Imbas dari kekejaman perang sebagaimana dijelaskan dimuka, atau karena faktor alamiah. Realita ini tak dapat kita sesalkan atau bersikap skeptis, karena Rosulullah SAW juga sudah pernah menyatakannya. Lalu bagaimanakah sikap kita dalam meghadapi kenyataan ini?! Bukankah setiap indifidu manusia diciptakan dengan membawa potensi? Lalu apakah logis jika potensi ini kita abaikan? Logiskah jika jumlah wanita yang akan terus melebihi jumlah pria ini akan dibiarkan tanpa bersuami? Kalau begitu bagaimana nasib sejumlah wanita yang tak pernah bersuami?!

Nasib mereka pada umumnya malang. Sebagaimana kenyataan yang terjadi di sejumlah negara yang melarang poligami dengan berbagai dalih isu gender untuk melindungi wanita dari pelecehan. Tapi apa yang mereka capai justru sebaliknya, tingkat kekerasan pada wanita semakin meningkat, perkosaan, hubungan gelap tanpa status semakin menjadi-jadi. Birahi-birahi yang melelerkan lendir dilorong-lorang gelap dan praktek prostitusi menjamur dimana-mana. Entah karena tekanan ekonomi atau memang hasrat penyaluran libido yang tidak tersalurkan? Belum lagi akibat yang ditimbulkan, tingkat perceraian terus bertambah, anak-anak yang lahir tanpa mengenal ayah dan ayah tidak mengenal anaknya, orok-orok merah yang dicekik hak hidupnya dalam bungkus plastik disarang-sarang sampah, dan masih banyak kasus yang lain. Sungguh sangat ironis, dari tahun ketahun data statistik menunjukkan maraknya praktek aborsi semakin meningkat.

Semacam inikah potret perlindungan wanita yang kita harapkan? Kalau kita mau berpikir jernih, ternyata apa yang mereka sebut memperjuangkan hak perempuan dengan melarang poligami justru lebih memberikan peluang besar terhadap tindak pelecehan pada harkat dan martabat kaum wanita itu sendiri. Bukankah demikian?

Kesalahan perjuangan aktifis perempuan saat ini adalah lebih menghormati PSK dan perempuan simpanan dari pada mereka yang mau menjadi istri kedua. Seorang Da’i kondang yang baru-baru ini menikah lagi, dengan menggunakan uang sendiri dan mendapat ridha istri pertamanya, dihujani kecaman yang lebih keras dari pada perselingkuhan dengan menggunakan uang rakyat. Dan yang lebih mengherankan, Presiden kita tidak berkomentar sepatah katapun mengenai kasus perselingkuhan yang mencoreng lembaga terhormat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan malah mempersoalkan regulasi perkawinan poligami seolah-olah hal itu menjadi ancaman nasional. 

Sementara itu potret poligami dibelokkan dari sebuah solusi menjadi tindak kejahatan. Padahal kalau kita mau berpikir dengan jernih dan dengan kepala dingin, Islam telah memberikan poin-poin penting yang dapat diambil dari kebijakan konsep poligami. Ia merupakan solusi yang mampu membawa kesejahteraan secara menyeluruh dalam menghadapi situasi yang timpang dari jumlah prosentase perempuan sebagai pasangan laki-laki. Buah kebijakan itu terbukti telah dapat memecahkan problem struktural yang krusial yaitu: Menjaga kaum hawa dari segala bentuk kesewenang-wenangan, diskriminasi, dekandensi moral, pemorkasaan, serta pelecehan seksual akibat rawannya kesendirian yang tidak memberi jaminan keamanan. Juga mampu menjaga dari penyimpangan perilaku orientasi seks yang tidak pada semestinya seperti menjamurnya prostitusi yang rawan mengakibatkan porak porandanya kehidupan rumah tangga orang lain.

Maka dengan hidup sebagai istri di bawah tanggung jawab suami, seorang wanita dapat menemukan kebahagiaan dan ketenangan serta kenyamanan istirahat dalam naungan ikatan rumah tangga yang sah. Hanya dengan jalan inilah kehidupan perempuan bisa lebih terjamin, dari pada tergantung pada perhatian dan uluran tangan sahabat-sahabat yang hanya bersifat sementara.

Problematika II: Kepentingan Politik

Pengamanan politis bagi kelangsungan negara yang berdaulat, dalam otoritasnya tentu tidak menghendaki adanya intervensi pihak asing. Lebih-lebih penjajahan suatu kawasan. Maka merupakan keharusan yang tak terbantahkan untuk terciptanya banyak kader-kader pemuda sebagai pengabdi negara dalam menjamin stabilitas keamanan negara yang ditempatkan dalam barisan tentara yang sigap dan tangguh. Untuk itu ladang potensial dalam mewujudkan proyek besar ini, agar dapat berjalan dengan maksimal dengan memperbanyak keturunan melalui aturan yang bertanggung jawab (poligami) yang tentu dari keluarga yang sudah mapan baik secara mental maupun ekonomi.

Problematika III: Kepentingan Ekonomi

Pendinamisan momentum pembangunan ekonomi suatu bangsa yang sedang berkembang. Dalam upaya memperkuat struktur sistem produksi, termasuk managemen pemasarannya agar dapat meningkatkan kualitas hidup dan daya pendapatan rakyat. Lebih-lebih untuk menghadapi persaingan pasar global, tentu harus digalang melalui pemberdayaan semua potensi alam. Baik penataan kepariwisataan, pertanian (hortikular), perkebunan, kehutanan. Juga sektor kesehatan yang meliputi rumah sakit, bahan dan alat kedokteran. Dalam bidang kelautan meliputi industri maritim, air, dan pertambangan. Sedangkan dalam bidang teknologi meliputi pertukangan, media informasi dan lain-lain.

Untuk merealisasikan visi tersebut dibutuhkan banyak kader-kader berbakat.  Demi tercapainya tujuan yang maksimal dengan tetap menjunjung tinggi moralitas. Sementara wanita memiliki ruang sosial yang lebih terbatas. Dan merupakan sebuah kedzaliman bila beban tugas yang berat ini dibebankan pada kaum perempuan. Maka kaum lelakilah  yang paling berperan dalam tugas ini. Dengan begitu kwantitasnya sangat menunjang kesuksesan pembanguan ekonomi. Dari sini konsep poligami sangat berpotensi untuk mencapai tujuan tersebut.

Problematika IV: Kepentingan Agama

Misi penyebaran Islam dalam membangun peradaban manusia yang memiliki landasan spiritual yang kokoh sebagai upaya menyelamatkan semua manusia dari siksa abadi (kekafiran), membutuhkan basis kekuatan yang tumbuh dari persatuan umat Islam itu sendiri. Untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut strategi yang paling efektif adalah dengan mensosialisasikan program ukhuwah islamiyah. Di antaranya dengan menjalin hubungan kerabat, dan mertua. Untuk mewujudkannya secara maksimal tidak lain kecuali dengan menerapkan konsep poligami. Tentang ini Rosulullah SAW menegaskan:

تَنَاكَحُوْا تَنَاسَلُوْا  فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ

Saling menikahlah, saling mencari keiurunanlah, maka sesungguhnya aku memperbanyak ummat melalui kalian

Problematika V: Besarnya Hasrat Seks Pada Sebagian Pria

Islam adalah agama yang realistis. Menghadapi segala sesuatu sesuai dengan realita yang ada. Islam tidak mengabaikan naluri seks dan fitrah manusiawi pria. Sebab tidak sedikit seorang pria yang tidak puas kalau hanya dengan seorang istri. Entah dikarenakan hiper seks, istrinya frigit atau istrinya terserang penyakit. Padahal suami tidak mampu bertahan lama tanpa ada penyaluran hasrat seksnya. Problematika ini merupakan fakta yang tidak dapat dinafikan, ataupun disesalkan dan tak perlu dikecam, karena percuma!! Persoalan hasrat libido merupakan persoalan karakter yang lahir secara alamiah yang tidak bisa dikendalikan, maka memaksa untuk tidak punya hasrat adalah tindakan yang sama sekali tidak realistis dan tidak sejalan dengan fitrah naluri manusia itu sendiri. Sebagaimana hasrat seseorang yang ingin buang hajat yang tidak bisa dipaksa untuk distop. Andaikan hal itu dilakukan, malah justru akan tercecer dimana-mana dan berisiko timbulnya penyakit.

Kalau sudah terlanjur begini, lantas mau disalurkan kemana? Dalam situasi seperti ini hanya ada dua alternatif,  yang satu haram sedangkan yang satunya lagi halal.

Yang pertama: Beresiko tinggi terhadap dampak sosial masyarakat, memberi peluang kesempatan bagi laki-laki hidung belang untuk bebas tidak mau bertanggung jawab, mengacaukan nasab, maraknya hubungan gelap dan perselingkuhan, menggiring masyarakat kedalam gaya hidup kebinatangan,  free seks. Dimana anak tidak mengenal ayah, demikian pula sebaliknya. Dapat kita saksikan akibat perbuatan ini disebagian negara dan kota-kota metropolis, tingkat penyebaran penyakit semacam HIV semakin cepat meluas. Angka perceraian terus meningkat. Banyaknya kasus perkosaan, prostitusi, wanita dan janda hamil tanpa status dengan masa depan yang suram, maraknya kasus aborsi,  dll semuanya menghiasi pandangan di layar kaca kita. Dan yang jelas perbuatan ini dalam ajaran Islam dilaknat didunia maupun diakhirat. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا(32)

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." QS. Annisa': 32

Yang kedua: Terhormat, aman dan terjaga dari resiko diatas. Melahirkan anak-anak yang shaleh, membangun potensi tunas-tunas bangsa dari keluarga yang bertanggung jawab untuk menjadi pengabdi negara, atas landasan sistem kehidupan yang terhormat, bersih dan suci. Dan yang jelas dicintai Allah SWT, bahkan berarti juga menjalankan sunah Nabi SAW.

UU Poligami

Bila kita cermati UU perkawinan yang membatasi perkawinan poligami, justru memberikan perlindungan pada laki-laki hidung belang yang tak bertanggung jawab. Sudah berapa kali kehormatan lembaga pemerintah kita dicoreng oleh skandal para oknum-oknum pegawai pemerintah itu sendiri? Bukankah semacam itu lebih melecehkan perempuan dibanding laki-laki yang berpoligami? Tapi mereka tak mampu berbuat adil! Untuk itu pemerintah perlu menyusun UU tentang poligami yang lebih bersifat solusi atas berbagai ketimpangan dan problematika peradaban zaman dengan lebih menitikberatkan kepentingan yang lebih berimbas pada kesejahteraan umum dari pada hanya memihak sifat egoistis.

Dalam sosialisasi konsep poligami, terdapat dua prinsip fundamental. Prinsip tersebut  sebagai pemegang kendali ruang bebas (free space).  Dalam ranah undang-undang pernikahan hal itu harus terpenuhi untuk mengetahui seberapa jauh kapasitas dan kapabilitas serta integritas individual suami bisa dipertaruhkan dan diaplikasikan dalam tataran riil, agar tidak menyimpang dari tujuan esensial dari konsep poligami :

Pertama : kemampuan berlaku adil kepada para istri yang meliputi persamaan (egalite) dalam aspek-aspek material, jasmaniyah seperti bagian pemberian nafkah. Ketentuan ini teradopsi dari pesan yang terbaca dalam firman Alloh SWT:

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا

Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS.An-Nisa’: 3)

Ilustrasi ayat ini menunjukkan bahwa faktor menambah isteri artinya menambah resiko beban tanggung jawab yang tentunya berpotensi tidak bisa konsisten dan berlaku adil. Maka ayat tersebut sebagai catatan perintah membatasi diri dengan satu istri bila tidak mampu menanggung resiko.

Kedua : Kemampuan materi (nafkah)

Dalam konsep syar’I, setiap orang tidak boleh menikah baik satu ataupun lebih kecuali mampu dalam memenuhi biaya rumah tangga termasuk di dalamnya nafkah, rumah dan pakaian. Sekaligus memiliki prospek ekonomi yang menjamin nafkah istri sebagaimana yang disabdakan Rosulullah SAW. :

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ

Wahai para pemuda!! Barang siapa di antara kalian mampu atas ongkos nikah, maka nikahlah.

Dalam al-Qur’an juga disebutkan :

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS. Al-Baqoroh: 233)

Hadits Nabi SAW. :

وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ  رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Dan kewajiban bagi kamu memberi makan dan pakaian kepada isteri dengan cara yang baik.

Setelah pemenuhan ini, dalam realitasnya masih ada satu problem yang sering menjadi persoalan serius. Yakni faktor kecemburuan antar masing-masing istri atau anak-anak. Namun secara psikologis, tumbuhnya sifat kecemburuan merupakan watak pembawaan setiap pribadi yang masih belum dewasa. Namun bisa ditolelir dampak buruknya dengan pendekatan dan pemenuhan hak-hak mereka secara hikmah dan adil. Untuk itu kesiapan suami sangat dipertaruhkan.

 

Kesimpulan

Terciptanya konsep poligami berangkat dari struktur sosial manusia yang masih timpang. Sehingga menimbulkan ekses sosial yang membutuhkan solusi pemecahan. Realitas peradaban ini menggiring pada pilihan dilematis yang sama-sama tidak menguntungkan. Maka secara adil keputusan hukum jatuh pada pilihan yang lebih kecil resikonya dan lebih memihak pada kesejahteraan umum (mashlahah 'ammah).

Untuk itu, marilah kita berfikir secara jernih! Dengan berbagai pertimbangan dalam uraian diatas, dapat kita tarik sebuah konklusi bahwa konsep poligami merupakan kebijakan yang didudukkan sebagai solusi untuk agama, bangsa dan negara dalam semua sector. Baik sosial, politik dan ekonomi, yang didalamnya juga termasuk perlindungan yang lebih menyeluruh pada harkat dan martabat kaum perempuan sebagaimana yang diharapkan oleh para pembela GENDER!! Dan juga untuk menekan tumbuh dan menyebarnya penyakit HIV Aids, melalui  metode yang paling efektif sesuai kode etik ilmu kedokteran: “Pencegahan lebih utama dari pada pengobatan”.

Lirboyo 17 Desember 2006

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar